all about bali and culture
Posted by : Jukutbuangit.blogspot.com
Wednesday, January 4, 2017
Caru adalah kurban suci yaitu upacara yadnya yang bertujuan untuk keseimbangan para bhuta sebagai kekuatan bhuwana alit maupun bhuwana agung sebagaimana disebutkan dalam kanda pat butha sehingga dengan adanya keseimbangan tersebut berguna bagi kehidupan ini. Caru yang dalam sejarahnya disebutkan diawali dari terjadinya kekacauan alam semesta yang mengganggu ketentraman hidup sebagai akibat dari godaan-godaan bhuta kala, sehingga Hyang Widhi Wasa menurunkan Hyang Tri Murti untuk membantu manusia agar bisa menetralisir dan selamat dari godaan-godaan para bhuta kala itu sehingga mulailah timbul banten “Caru” sebagaimana disebutkan dalam mitologi caru ini.
Dan dijelaskan pula bahwa, Caru (Mecaru; Pecaruan; Tawur) sebagai upacara yadnya yang bertujuan untuk keharmonisan bhuwana agung (alam semesta) dan bhuwana alit agar menjadi baik, indah, lestari sebagai bagian dari upacara Butha Yadnya, Dengan demikian, upacara mecaru adalah aplikasi dari filosofi Tri Hita Karana, seperti yang disebutkan dalam Lontar Pakem Gama Tirta, agar terjadi keharmonisan. Upacara pecaruan ada yang dilakukan dalam bentuk kecil sehari-hari, disebut Nitya Karma, sedangkan upacara pecaruan disaat tertentu (biasanya lebih besar) disebut Naimitika Karma.Jenis-jenis Caru dan Tawur:Caru Palemahan Bumi Sudha berfungsi untuk mengharmoniskan sebuah tempat. Dalam Lontar Dewa Tattwa membedakan jenis-jenis Caru dan Tawur sebagai berikut:
Yang termasuk Caru :
(Lontar Sudamala)
Bahan-bahan upakara dalam pecaruan terdiri dari tiga jenis:
Makna simbol warna dalam Upacara Pecaruan (Lontar Dewa Tattwa)
Warna-warna: bulu hewan, kober, tumpeng, kelungah, dangsil, sanganan, nasi, beras, bunga, benang, dll mengikuti warna pengider:
Jumlah urip panca wara = 33 juga sesuai dengan jumlah Dewa menurut Satha Pata Brahmana dimana para Dewa diyakini berperan menjaga keselamatan bhuwana agung.Penggunaan urip pada tawur pada dasarnya membentuk padma bhuwana (lingkup bhuwana agung menurut pengider-ider) maka digunakan asta wara, dimana urip panca wara diatas ditambah dengan:
- Yang diadakan bila ada kejadian tertentu misalnya: bencana, bencana alam, hama penyakit, gerhana matahari, huru-hara, perang, dll.
- Yang diadakan: sehari-hari, hari tertentu, sasih (bulan) tertentu, dan warsa (tahun) tertentu.
- Yang diadakan disuatu tempat: pekarangan, rumah, pura, sanggah, Banjar, Desa Adat, seluruh pulau (Bali), seluruh dunia, danau, laut, hutan, gunung, dll.
- Mengikuti upacara pokok Panca Yadnya.
Yang termasuk Caru :
- Eka Sata,
- Segehan Panca / Manca Warna,
- Panca Sata, kestabilan 5 arah mata angin
- Panca Sanak, disamping untuk memohon kehadapan Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa) agar beliau memberi kekuatan lahir bathin.
- Panca nak-madurga,
- Ngeresigana (Resi Gana).
- Carun Dewasa,
- dengan dilengkapi tetandingan banten pamarisudha mala dewasa untuk menetralisir pengaruh padewasan yang buruk.
- Manca Kelud, berfungsi untuk ngelinggihang dewa di parhyangan.
- Balik Sumpah,
- Tawur Gentuh,
- Panca wali krama,
- Eka Bhuwana,
- Tri Bhuwana,
- Eka Dasa Rudra.
- dll
- Ayam manca warna, masing-masing untuk: putih – Bhuta Janggitan, biying – Bhuta Langkir, siungan – Bhuta Lembu Kania, hitam – Bhuta Taruna, brunbun – Bhuta Tiga Sakti
- Ayam biying kuning, untuk Bhuta Jingga
- Ayam ijo, untuk Bregala-Bregali, Bebai
- Ayam Ijo, untuk Bhuta Ijo
- Ayam klawu, untuk Bhuta Ireng
- Ayam wangkas, untuk Bhuta Lambukan
- Angsa putih, untuk Korsika
- Asu bang bungkem, untuk Bhuta Hulu Kuda
- Banteng, untuk Bhuta Ijo
- Bawi palen,untuk Mahakala
- Bebek belang kalung, untuk Panca Mahabhuta
- Bebek bulu sikep, untuk Bhuta Lambukan
- Godel, untuk: Gargha, Kapragan, Mrajapati.
- Kambing coklat/kuning, untuk Maitri, Kamala-Kamali, Kala Sweta, Banaspati
- Kambing coklat, untuk Bhuta Jingga
- Kambing selem, untuk Kurusya, Banaspati Raja
- Kambing sewarna, untuk tapakan Bhatara Di Sanggah Tawang
- Kebo yusmerana, untuk Bhuta Ireng
- Kidang, untuk Kalika-Kaliki, Yaksa-Yaksi, Dengen, Anggapati
- Manjangan, untuk Bhuta Ijo
- Penyu (punggalan), sampelan kebo, sampelan kambing, untuk pelengkap catur niri
- (Tanda bintang artinya ada Bhuta yang sama memerlukan beberapa binatang kurban untuk di-“somya”)
- Kinelet melayang-layang: kepala, kaki, ekor, dan kulit utuh.
- Winangun urip: letak hewan tertelungkup dan ada unsur-unsur tulang rusuk, tulang punggung, tulang kaki dan tulang ekor.
- Urab/Reramesan barak dan putih: berisi daging, lidah, hati, lemak, kulit, darah (kalau reramesan barak) Getih matah: darah segar yang ditampung di sebuah kau ketika menyembelih hewan, diiisi lontar nama hewannya.
- Sate (jejatah) lembat, asem, dan calon disebut Trinayaka sebagai persembahan tubuh hewan termasuk dengan aksara suci Ang – Ung – Mang.
- Gayah: punggalan bawi, winangun urip, mejatah katikan senjata Dewata Nawa Sanga, ditambah mejatah katikan-katikan: bagia, orti, surya candra, tunjung, cempaka, pidpid, sapudaki, konta, japit dumi, oret-oret, satuh, don, jerimpen, ancak, penyeneng, sandat, endongan, satuh, bingin.
(Lontar Sudamala)
Bahan-bahan upakara dalam pecaruan terdiri dari tiga jenis:
- Mataya; bahan dari tumbuh-tumbuhan: daun, bunga, buah, pohon, biji-bijian, umbi-umbian, arak berem, tuak.
- Mantiga; hewan yang lahir dua kali (melalui telur): ayam, bebek, angsa, burung.
- Maharya; hewan yang lahir satu kali (tidak melalui telur) dan berkaki empat: babi, sapi, kerbau, kambing, anjing.
Makna simbol warna dalam Upacara Pecaruan (Lontar Dewa Tattwa)
Warna-warna: bulu hewan, kober, tumpeng, kelungah, dangsil, sanganan, nasi, beras, bunga, benang, dll mengikuti warna pengider:
- Sweta (putih),
- Dumbra (merah muda),
- Rakta (merah),
- Rajata (oranye),
- Pita (kuning),
- Syama (hijau),
- Kresna (hitam),
- Biru (abu-abu),
- dan sarwa suwarna (campuran)
- Putih: suci;
- Merah-muda: kesucian yang ternoda oleh kemarahan;
- Merah : marah;
- Oranye: marah karena nafsu tak terpenuhi;
- Kuning: nafsu;
- Hijau: serakah;
- Hitam: iri-hati;
- Abu-abu: iri-hati yang terselubung.
Jumlah urip panca wara = 33 juga sesuai dengan jumlah Dewa menurut Satha Pata Brahmana dimana para Dewa diyakini berperan menjaga keselamatan bhuwana agung.Penggunaan urip pada tawur pada dasarnya membentuk padma bhuwana (lingkup bhuwana agung menurut pengider-ider) maka digunakan asta wara, dimana urip panca wara diatas ditambah dengan:
- Guru urip 8 di tenggara,
- Rudra urip 3 di barat daya,
- Kala urip 1 di barat laut
- dan Sri urip 6 di timur laut.
Banten caru berfungsi sebagai pengharmonis atau penetral buwana agung (alam semesta), di mana caru ini bisa dikaitkan dengan proses pemlaspas maupun pangenteg linggihan pada tingkatan menengah (madya). Usia caru ini 10-20 tahun, tergantung tempat upacara. Penyelenggaraan caru juga dapat dilaksanakan manakala ada kondisi kadurmanggalan dibutuhkan proses pengharmonisan dengan caru sehingga lingkungan alam kembali stabil.Berkaitan dengan penggunaan binatang dalam upacara caru / tawur ini juga sesuai dengan sastra weda khususnya juga disebutkan dalam beberapa lontar seperti Siwa Purana dan Markandhya Purana. Demikianlah caru ini disebutkan dan dilaksanakan untuk keharmonisan alam semesta ini.