all about bali and culture
Posted by : Jukutbuangit.blogspot.com
Monday, April 10, 2017
Bersama makin sebanyak pendatang yang masuk ke Bali, asimilasi antar suku dan agama di pulau ini kian tidak jarang berlangsung. Makin tidak sedikit serta penganut Hindu di Bali yang mendapat istri/suami Non-Hindu. Gimana mekanisme menikah bersama orang Non-Hindu yang bakal ikut suami/istri masuk Hindu?
Hingga sekarang, pemerintah yang diwakili oleh Kementrian Agama Republik Indonesia tidak mensahkan pernikahan beda agama, contohnya : mempelai cowok beragama Hindu sementara mempelai wanitanya Non-Hindu.
Tidak sah dalam pengertian, tak mendapatkan akte perkawinan. Seandainya tak punyai akte perkawinan sehingga nanti bila miliki putra/putri, pun tak ingin dapat mendapat akte kelahiran yang dibutuhkan buat beberapa perihal, contohnya : daftar sekolah, masuk asuransi, dlsb. Itu sebabnya pernikahan yang sah dengan cara administratif, mutlak.
Biar pernikahan bersama orang Non-Hindu jadi sah dan mendapat akte perkawinan, factor perdana yang wajib dilakukan calon mempelai Non-Hindu merupakan menjalankan prosesi upacara Suddhi Wadani (baca : sudi wadani), umumnya dengan dibantu oleh calon mempelai yang telah beragama Hindu.
Sedikit berkenaan Suddhi Wadani. Upacara ini merupakan prosesi khusus yg wajib dilaksanakan oleh satu orang Non-Hindu yang mau jadi penganut Hindu. Upacara Suddhi Wadani sendiri sesungguhnya bukan mekanisme administratif belaka, melainkan pun bermakna juga sebagai fasilitas penyucian diri dan opini spiritual bahwa yang bersangkutan siap laksanakan semua falsafah agama Hindu.
Maka Suddhi Wadani tak saja dilakukan lantaran satu buah proses pernikahan, melainkan lantaran argumen apapun yang menciptakan seseorang memutuskan buat masuk Hindu.
Ini dirinya mekanisme adminsistratif yang mesti diikuti untuk melangsungkan Suddhi Wadani :
1. Untuk Surat Opini masuk Hindu atas basic keinginan sendiri/tanpa ada paksaan dari siapapun (bermaterai Rupiah. 6.000,-).
2. Perlihatkan surat opini tersebut utk meminta blangko Sudi Wadani pada Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) setempat.
3. Jalankan upacara Sudi Wadani di area rohaniawan (baik Sulinggih atau Pemangku/Pinandita).
4. Blangko Sudi Wadani dari PHDI setelah itu ditandatangani oleh orang yang bersangkutan, PHDI (yang merupakan saksi) dan rohaniawan yang muput upacara.
5. Sesudah blangko selesai diisi dan ditandatangani sehingga tinggal menunggu sertifikat Sudi Wadani yang dapat dikeluarkan oleh PHDI setempat.
6. Sesudah sertifikat ini ke luar sehingga pemohon yang tadinya Non-Hindu, sekarang ini telah sahjadi Hindu.
(Sumber : Kantor Departemen Agama Kota Denpasar)
Buat lebih menurutnya, berkaitan mekanisme Suddhi Wadani, bisa tanya serta-merta ke PHDI setempat. Bagi yang tinggal di Denpasar, dapat pula ke Kantor Departemen Agama Kota Denpasar, Jl. Gatot Subroto VIJ, Lumintang, Denpasar.
Sesudah sah jadi penganut Hindu, sehingga siap utk melangsungkan upakara perkawianan dan pendaftaran di Catatan Sipil (Departemen Kependudukan) guna mendapatkan akte perkawinan,yang semoga telah tak ada gangguan lagi, setidaknya dengan cara administratif.
Jauh lebih mutlak dari sekedar mengikuti mekanisme adminisitratif seperti diatas merupakan sungguh-sungguh menjalankan falsafah Hindu yg dengan cara sederhana sanggup dibagi jadi 3 kerangka basic, sbb :
1. Menjalankan Tattwa, yakni melakoni hidup bersama mengikuti prinsip-prinsip yang ada dalam aliran Hindu;
2. Menjalankan Susila, merupakan menunjukan pola pikir, kata kata & tingkah laku beretika, tepat bersama adat Hindu;
3. Menjalankan Upacara, ialah laksanakan puja, upacara dan upakara yang dalam Hindu dinamakan ‘Yadnya’ cocok bersama tatacara Hindu.
Ini sanggup dilakukan entah secara menuntut ilmu dengan cara kusus dgn seseorang guru agama atau bersama keluarga yang dimasuki yang pastinya beragama Hindu, contohnya : mertua, ipar, sanak-saudara, kerabat, bahkan tetangga yang beragama Hindu. Yang paling ideal, pastinya dituntun oleh suami/istri yang tentunya beragama Hindu.
Tak saja aset buat diri-sendiri (juga sebagai penganut Hindu), melainkan pula yang merupakan modal utk membina putra-putri yang dapat dilahirkan nanti, supaya mejadi anak-anak yang “Suputra” (jadi penyebar kedamaian, sekaligus penerang di dalam keluarga, lingkungan, dan penduduk luas.)