all about bali and culture

Archive for June 2017

Kewajiban Suami Kepada Istri Menurut Hindu Bali





Salah satu bagian dari Catur Asrama adalah masa Grahasta, yang sering disebut dengan masa berkeluarga. langkah awal dalam membangun keluarga adalah kawin.

Selain sebagai ikatan/jalinan pengabdian yang tulus ikhlas antara seorang ayah kepada ibu dan anak, dalam keluarga juga terdapat kewajiban atau swadarma untuk melakukan panca yadna (Weda Smrti III 67.71), itu lima pengabdian yang ikhlas, suci, nirmala antara lain:
  1. Kepada Hyang Widhi beserta manifestasi-Nya (dewa yadnya)
  2. Kepada orang suci (Rsi Yadnya)
  3. Kepada orang tua, leluhur/guru rupaka (Pitra Yadna).
  4. Kepada sesama manusia (Manusa Yadnya).
  5. Kepada Alam semesta (Bhuta yadnya).
Selain kewajiban panca yadnya tersebut diatas, setiap unsur dalam keluarga Hindu memiliki kewajiban masing-masing antara lain:
Kewajiban Suami.
Mameyam astu posyaa, mahyam tvaadaad brhaspatih, mayaa patyaa prajaavati, sam jiiva saradah satam (Atharvaveda XIV.1.52)
“Engkau istriku, yang dianugrahkan Hyang Widhi kepadaku, aku akan mendukung dan melindungimu. Semoga engkau hidup berbahagia bersamaku dan anak keturunan kita sepanjang masa”.
Suami hendaknya berusaha tanpa henti untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran bagi keluarganya, menafkahi istri secara lahir dan batin, merencanakan jumlah keluarga, menjadi pelindung keluarga dan figur yang dihormati dan ditauladani oleh istri dan anak-anaknya.
“Wahai mempelai laki-laki, lakukanlah yadnya(pengorbanan suci) yang akan mengantarkan keluargamu mencapai kebahagiaan dan perkawinan yang penuh rahmat. Senantiasa berbaktilah kepada Hyang Widhi, berikanlah kegembiraan kepada semua makhluk.” (Yajur Weda VIII,4)
Dalam Kitab Sarasamuccaya 242 disebutkan kewajiban suami antara lain:
  1. Sarirakrt artinya, mengupayakan kesehatan jasmani anak-anaknya.
  2. Prana data, membangun jiwa anak-anaknya.
  3. Anna data, artinya: memberikan makan.
Dalam Grhya Sutha, seorang suami mempunyai 2 (dua) kewajiban antara lain:
  1. Memberikan perlindungan pada istri dan anak (patti).
  2. Bhastri, artinya seorang suami berkewajiban menjamin kesejahteraan istri dan anak-anaknya.
Dalam Nitisastra VIII sloka 3 ada 5 (lima) kewajiban seorang suami yang disebut panca vida, antara lain:
  1. Matuluning urip rikalaning baya artinya: menyelamatkan keluarga pada saat bahaya.
  2. Nitya maweh bhinoajana artinya: selalu mengusahakan makanan yang sehat.
  3. Mangupadyaya artinya: memberikan ilmu pengetahuan kepada anak-anaknya.
  4. Sira sang angaskara kita artinya: yang menyucikan diri kita
  5. Sang ametwaken artinya: suami sebagai penyebab kelahiran bagi anak-anaknya.
Didalam Weda Smrti IX.3 disebutkan:
Pitaraksati kaumare, bharta raksati yauwane, raksanti sthavire putra na, srti swatantryam arhati
Selagi masih kecil seorang ayahlah yang melindungi, dan setelah dewasa suaminyalah yang melindunginya dan setelah ia tua putranyalah yang melindungi, wanita tidak pernah layak bebas (harus selalu dilindungi).
Kewajiban suami dalam Weda Smrti IX: 2,3,9,11 dapat diuraikan sebagai berikut:
  1. Wajib melindungi istri dan anak-anaknya serta memperlakukan istri dengan wajar dan hormat. Wajib memelihara kesucian hubungannya dengan saling mempercayai sehingga terjamin kerukunan dan keharmonisan rumah tangga.
  2. Suami wajib menggauli istrinya dan mengusahakan agar antara mereka sama-sama menjamin kesucian keturunannya serta menjauhkan diri dari hal-hal yang mengakibatkan perceraian.
  3. Suami hendaknya menyerahkan harta kekayaan dan menugaskan istrinya untuk mengurus artha rumah tangga, urusan dapur, yadnya serta ekonomi keluarga.
  4. Bila harus dinas keluar daerah,  suami berusaha menjamin istrinya untuk memberikan nafkah.
  5. Suami hendaknya selalu merasa puas dan bahagia bersama istrinya karena akan terpelihara kelangsungannya.
  6. Suami wajib menjalankan dharma grhastin, dharma keluarga (kula dharma), dhama dalam bermasyarakat (vansa dharma).
  7. Suami berkewajiban melaksanakan sraddha, pitrapuja (pemujaan kepada luluhur) memelihara cucunya serta melaksanakan panca yadnya.
Kewajiban Suami menurut Manawa Dharmasastra 
1. 
Aninditaih Stri Wiwahair
Anindya Bhawati Praj
Ninditairnindita Nrrnam
Tasmannindyan Wiwarjayet (Manawa Dharmasastra III.42) Dari perkawinan terpuji akan lahirlah putra-putri yang terpuji; dan dari perkawinan tercela lahir keturunan tercela; karena itu hendaklah dihindari bentuk-bentuk perkawinan tercela.
2.
Rtu Kalabhigamisyat
Swadaraniratah Sada
Parwawarjam Wrajeccainam
Tad Wrato Rati Kamyaya (Manawa Dharmasastra III.45)
Hendaknya suami menggauli istrinya dalam waktu-waktu tertentu dan selalu merasa puas dengan istrinya seorang, ia juga boleh dengan maksud menyenangkan hati istrinya mendekatinya untuk mengadakan hubungan badan pada hari apa saja kecuali hari Parwani.

3.
Pitrbhir Bhratrbhis
Caitah Patibhir Dewaraistatha
Pujya Bhusayita Wyasca
Bahu Kalyanmipsubhih  (Manawa Dharmasastra III.55)
Wanita harus dihormati dan disayangi oleh ayah-ibu dan mertuanya, kakak-kaknya, adik-adiknya, suami dan ipar-iparnya yang menghendaki kesejahteraan sendiri.
4.
Yatra Naryastu Pujyante
Ramante Tatra Dewatah
Yatraitastu Na Pujyante
Sarwastatraphalah Kriyah (Manawa Dharmasastra III.56)
Di mana wanita dihormati disanalah para Dewa-Dewa merasa senang, tetapi dimana mereka tidak dihormati tidak ada upacara suci apapun yang akan berpahala.

5.
Socanti Jamayo Yatra
Winasyatyacu Tatkulam
Na Socanti Tu Yatraita
Wardhate Taddhi Sarwada (Manawa Dharmasastra III.57)
Di mana warga wanitanya hidup dalam kesedihan, keluarga itu cepat akan hancur, tetapi dimana wanita itu tidak menderita, keluarga itu akan selalu bahagia.

6. 
Jamayo Yani Gehani
Capantya Patri Pujitah
Tani Krtyahatanewa
Winasyanti Samantatah (Manawa Dharmasastra III.58)
Rumah di mana wanitanya tidak dihormati sewajarnya mengucapkan kata-kata kutukan, keluarga itu akan hancur seluruhnya seolah-olah dihancurkan oleh kekuatan gaib.
7.
Tasmadetah Sada Pujya
Bhusanaccha Dana Sanaih
Bhuti Kamairnarair Nityam
Satkaresutsa Wesu Ca (Manawa Dharmasastra III.59)
Oleh karena itu orang yang ingin sejahtera harus selalu menghormati wanita pada hari-hari raya dengan memberi hadiah perhiasan, pakaian dan makanan.
8.
Samtusto Bharyaya Bharta
Bhartra Tathaiwa Ca
Yasminnewa Kule Nityam
Kalyanam Tatra Wai Dhruwam (Manawa Dharmasastra III.60)
Pada keluarga dimana suami berbahagia dengan istrinya dan demikian pula sang istri terhadap suaminya, kebahagiaan pasti akan kekal.
Sang alaki rabi sane saling asih kawiyaktian nyane sampun ngemanggihin kerahayuan
9.
Yadi Hi Stri Na Roceta
Pumamsam Na Pramodayet
Apramodat Punah Pumsah
Prajanam Na Prawartate (Manawa Dharmasastra III.61)
Kalau istri tidak mempunyai wajah berseri, ia tidak akan menarik suaminya, tetapi jika sang istri tidak tertarik pada suaminya tidak akan ada anak yang lahir.
Yening stri tan setata nyemita, tan kengin sang meraga lanang sih asih ring stri, taler yening stri sekadi inucap, punika sane ngawinang sang alaki rabi tan presida ngawentenang sentana
10.
Striya Tu Rocamanayam
Sarwam Tadrocate Kulam
Tasyam Twarocamanayam
Sarwamewa Na Rocate (Manawa Dharmasastra III.62)
Jika sang istri selalu berwajah berseri-seri seluruh rumah akan kelihatan bercahaya, tetapi jika ia tidak berwajah demikian semuanya akan kelihatan suram.
11.
Kuwiwahaih Kriya Lopair
Wedanadhyayanena Ca
Kulanya Kulam Tamyanti
Brahmanati Kramena Ca (Manawa Dharmasastra III.63)
Dengan perkawinan secara rendah yaitu dengan mengabaikan upacara pemujaan, dengan mengabaikan pelajaran Weda dan dengan tingkah laku yang tidak hormat kepada Sulinggih, keluarga-keluarga besarpun akan berantakan.
12.
Mantratastu Samrddhani
Kulanyalpa Dhananyapi
Kulasamkhyam Ca Gachanti
Karsanti Ca Mahadyacah (Manawa Dharmasastra III.66)
Tetapi keluarga-keluarga yang kaya dalam pengetahuan Weda walaupun mempunyai kekayaan sedikit mereka dapat dimasukkan dalam golongan keluarga yang mulia serta mendapatkan kemakmuran.
13.
Swadhyaye Nityayuktah
Syaddaiwe Caiweha Karmani
Daiwakarmani Yukto Hi
Bibhartimdam Caracaram (Manawa Dharmasastra III.75)
Hendaknya setiap orang yang menjadi kepala rumah tangga setiap harinya menghaturkan mantra-mantra suci Weda (Puja Trisandya) dan juga melakukan upacara pada para Dewa karena ia yang rajin dalam melakukan upacara yadnya pada hakekatnya membantu kehidupan ciptaan Hyang Widhi yang bergerak (mahluk hidup) maupun yang tidak bergerak (alam semesta).
Demikian sekilas tentang Kewajiban Suami – Grahasta Asrama, semoga bermanfaat.

Upacara Tiga Bulanan dan Otonan


Tujuan UPACARA TIGA BULANAN Yang mungkin perlu dijelaskan lebih lengkap adalah urutan upacara dan symbol (niyasa) yang digunakan.
Urutan upacara :
1) ayah dan ibu bayi mebeakala dengan tujuan menghilangkan cuntaka karena melahirkan.
2) Nyama bajang dan kandapat “diundang” untuk dihaturi sesajen sebagai ucapan terima kasih karena telah merawat bayi sejak dalam kandungan sampai lahir dengan selamat. Tattwa yang sebenarnya adalah syukuran kehadapan Hyang Widhi atas kelahiran bayi.
3) Si Bayi natab banten bajang colong artinya menerima lungsuran (prasadam) dari “kakaknya” yaitu kandapat (plasenta : ari-ari, getih, lamas, yeh-nyom)
4) si Bayi “mepetik” (potong rambut, terus digundul, menghilangkan rambut “kotor” yang dibawa sejak lahir).
5) Si Bayi “mapag rare” (disambut kelahirannya) di Sanggah pamerajan, memberi nama, dan menginjakkan kaki pertama kali di tanah didepan Kemulan.
6) Si Bayi menerima lungsuran (prasadam) Hyang Kumara yaitu manifestasi Hyang Widhi yang menjaga bayi.
7) Si Bayi “mejaya-jaya” dari Sulinggih, yaitu disucikan oleh Pendeta.
Symbol (niyasa) yang digunakan dalam upacara Tiga Bulanan : Regek yaitu anyaman 108 helai daun kelapa gading berbentuk manusia, sebagai symbol Nyama Bajang; Papah yaitu pangkal batang daun kelapa gading sebagai symbol ari-ari, Pusuh yaitu jantung pisang sebagai symbol getih (darah), Batu sebagai symbol yeh-nyom, Blego sebagai symbol lamas, ayam sebagai symbol atma, sebuah periuk tanah yang pecah sebagai symbol kandungan yang sudah melahirkan bayi, lesung batu sebagai symbol kekuatan Wisnu, pane symbol Windu (Hyang Widhi), air dalam pane symbol akasa, tangga dari tebu kuning sepanjang satu hasta diberi palit (anak tangga) tiga buah dari kayu dapdap symbol Smara-Ratih (Hyang Widhi yang memberi panugrahan kepada suami-istri).
Upacara otonan lebih sederhana dari tiga bulanan, karena tujuannya mengucapkan syukur kepada Hyang Widhi atas karunia berupa panjang umur, serta mohon keselamatan dan kesejahteraan.
Yang diragukan oleh ortu anda, mungkin masalah tirta dari Sanggah Pamerajan ketika upacaranya di Jakarta. Jika upacara di Jakarta sudah seperti diatas, atau mendekati seperti itu, sudah cukup. Nanti di Bali dibuatkan tataban di Sanggah pamerajan yang dinamakan upacara “mapinton” yaitu memperkenalkan dan melaporkan kelahiran si bayi kepada roh leluhur yang distanakan di Sanggah Pamerajan. Namun jika ortu berkeras juga mau mengadakan upacara tiga bulanan dan otonan, sebaiknya turuti saja, karena beliau mungkin ingin mencurahkan kasih sayangnya kepada cucunya. Nah dengan demikian anda kan juga berbhakti kepada ortu dan membuat beliau senang, asal saja biayanya terjangkau.

- Copyright © All About Bali and Culture - Blogger Templates - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -