all about bali and culture
Posted by : Jukutbuangit.blogspot.com
Sunday, March 5, 2017
Tukad Ijogading sudah tidak asing lagi bagi masyarakat
Jembrana khususnya. Sungai ini membelah jantung Kota Negara, ibu kota kabupaten
Jembrana, menjadi dua bagian yaitu belahan kota sebelah barat sungai Ijo Gading
dan belahan sebelah timur sungai Ijo Gading. Bagaimana asal mula tukad yang
pada tahun 2008 lalu sempat mengalami kerusakan pada senderan karena diterpa
banjir bandang? Berikut liputannya.
“Rusak susu sebelanga karena nila setitik”, demikian kiranya
pribahasa yang pantas dilontarkan atas peristiwa yang terjadi, kurang lebih
pada Tahun 1966 silam. Bukan “Panas setahun dihapus oleh hujan sehari”,
pasalnya dalam waktu singkat, Negeri Berambang dan puri yang sangat besar,
menjadi ludes hanyud terbawa arus karena kesalahan yang diperbuat rakyat atas
perintah raja.
Sekali hal itu terjadi, musnahlah sekalian rakyat negeri Brambang
di sapu air bah sewaktu Raja akan melangsungkan upacara adat ngeluer, semacam upacara pembakaran
mayat tetapi upacaranya lebih besar.
Air bah itu tidak lain ada karena munculnya Tukad Ijo Gading.
Berdasarkan penuturan Jro Mangku I Ketut Wenun, pemangku Pura Luhur Berambang
Agung, asal mula terjadinya Tukad Ijo Gading bersumber dari cerita rakyat yang
turun temurun.
Ketika itu kurang lebih Tahun 1966, masa pemerintahan I Gusti
Ngurah Putu Tapa di puri Berambang. Beliau bermaksud menyelenggarakan upacara ngeluer. Oleh karena upacara kerajaan
makin mendekat, maka raja memerintahkan semua rakyat, baik tua maupun muda
untuk pergi berburu ke hutan guna mencari binatang-binatang yang diperuntukkan
sebagai bahan ngeluer (pitra
yadnya).
Dalam rombongan berburu tersebut ada seorang anak kecil bermata
buta bernama Ijogading. Walaupun dihaling-halangi tidak boleh ikut berburu
namun dia mengikuti rakyat pergi. Diceritakan perjalanan panjang dan melelahkan
telah dilalui seluruh rakyat. Ijogading dengan kondisi matanya yang buta tentu
tidak dapat melangkah layaknya orang normal.
Di tengah-tengah hutan ia ketinggalan orang banyak dan tersasar
mencari jalan tetapi sia-sia karena buta dan beberapa hari menangis kelaparan
sendiri di tengah hutan. Maka pada suatu saat ia mendengar dirinya dipanggil
“Hai, Ijogading ikutilah aku dan
usaplah mukamu dengan mata air yang kutunjuk, maka kamu akan melihat”.....